VALDIS’ POV
Kurapikan helaian rambutku yang menutup wajahku. Aku berjalan mendekat
sambil terus memainkan jemariku. Gugup.
“Terima kasih. Kamu sudah membantu Alex.” Suaranya sangat indah.
Senyumnya mampu menyejukkan suasana. Aku tersenyum mendengarnya. “Ini adalah
suatu keajaiban. Sudah lama sekali rasanya Alex tidak membeli hadiah untuk ayah.”
Wanita itu tersenyum sambal memandang kearah Alex. Bisa kulihat Alex, yang baru
kutahu namanya, langsung membuang muka.
Ibu Alex mengusap rambutku.
“Iya, Tante. Sama-sama.”
“Maaf, mata kamu sembab , kenapa?” Ibu Alex memandang lekat wajahku.
“Oh ini. Iya tante. Kurang tidur.”
“Kalau begitu , mari masuk dulu.” Aku berjalan di belakang Ibu Alex.
“Wah lagi sibuk ya tante? Kalau boleh Valdis juga ingin membantu.” Aku
menawarkan diri. Melihat masih banyak dekorasi yg belum selesai.
ALEX'S POV
Aku mengikuti jejak langkahnya yang kian kemari menyelesaikan dekorasi
ulang tahun ayahku. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku tidak mau
terlalu banyak bericara dengannya. Lebih baik aku menunggunya sampai dekornya
hamper sempurna.
Waktu menunjukkan pukul 4 sore. Valdis berpamitan pada ibuku untuk
pulanng
“Terima kasih banyak ya. Kamu sudah banyak membantu hari ini. Lain kali jangan
sunkan untuk mampir kemari.” Ibu mengusap pundak gadis itu.
“Iya. InsyaAllah tante. Pamit ya tante. Assalamu’alaikum”
“Wa’alakumsalam. Hati-hati ya. Kamu juga Lex.”Ibu menngelus pipiku.
“Iya,ma” Aku langsung melesat menuju mobil.
Kami sudah hampir setengah jalan. Dan di mobil suasana sangat gaduh.
Valdis sibuk membongkar tasnya.
“Sepertinya handphone-ku tertinggal di rumahmu. Bisakah kita kembali ?”
Aku bisa melihat dari sudut mataku, dia menatap penuh harap. Aku tidak menjawab
apa-apa. Aku langsung memutar kemudi menuju rumah.
Hampir
sampai , aku melihat ada mobil di halaman rumahku.
VALDIS’ POV
Mobil Alex kini sudah parkir di depan pintu rumah. Dari sini aku bisa
melihat seorang laki-laki dan Ibu alex. Mungkin Ayahnya. Aku sangat cemas.
Dengan hati-hati kuarahkan pandanganku
kepada Alex. Tangannya terkepal di kemudi mobil. Alex langsung turun dari mobil
dan masuk dengan tergesa ke dalam rumah.
Tidak berapa lama, Alex keluar dengan rahangnya yang mengeras. Dia
langsung melemparkan handphone ke atas tasku. Aku bisa melihat. Raut wajahnya berubah
lagi seperti saat aku bertanya tentang apa yang disukai ayahnya di Mall tadi.
Aku kembali kecewa dengan situasi ini.
Di
tengah perjalanan , aku meghidupkan radio agar keheningan ini tidak membuatku
gugup. Dan Alex tidak terusik sedikitpun.
“Lex, jangan pulang dulu. Tunggu disini.” Aku langsung bergegas turun
setelah sampai di depan rumahku. Dengan sigap aku langsung mengganti bajuku dan
mengambil tas yang telah kumasukkan barang seperlunya.
Kukecup pipi mamaku dan berpamitan.
“Ma. Pamit ya keluar. Magrib aku pulang. Urgent. Assalamu’alaikum”
Sebelum melesat keluar rumah , aku bisa mendengar ibuku mengomel tentang
kebiasaanku ini.
DI
mobil, senyumku dibalas denan tatapan sinis oleh Alex. Aku menghembuskan napas.
Menahan amarahku.
“Taman Hiburan. Waktuku hanya sampai magrib.” Aku menjawab tatapannya
dengan nada bicaraku yang datar. Suara mesin mobil langsung terdengar dan Alex
hanya menatap kososng kedepan. Tidak merespon apa-apa.
‘Lex, aku hanya ingin menghiburmu.’ Gumamku dalam hati.
ALEX’S POV
Aku
mengikutinya yang berjalan ke tempat permainan memanah.Dia langsung membayar
dan bermain. Tapi tak satupun sasaran yang tepat. Sampai akhirnya raut wajahnya
berubah pasrah. Dia membalikkan badannya dan menunduk. Cih!
“Mas, anak panahnya satu.” Aku langsung mengambil dan melempar anak
panah itu. Dan dengan seketika mengenai sasaran.
Penjaga
kios itu langsung memberikan boneka pandag berukuran sedang kepadaku.
Valdis sangat gembira menerimanya. Dia berteriak seperti anak kecil.
“Memalukan” aku mendengus kesal ke arahnya.
“Wajar saja. Aku perempuan dan senang mendapat boneka. Terimakasih! “
Dia berceloteh sambil terus memeleuk erat boneka itu. Dia juga mencium
bonekanya berrtubi-tubu. Aku tidak tahan lagi. Benar-benar konyol. Aku tertawa.
“Ternyata
kau tidak kehilangan syaraf tertawamu.” Gadis itu cekikikan menertawakanku..
Aku langsung diam.
Kini, kami ada di antrian rollercoaster. Saat mengantri, tiba-tiba ada
seorang laki-laki yang menerobos di depan Valdis. Aku yg berada di belakang
Valdis langsung menarik baju belakangnya dan menariknya keluar antrian.
“Tolong etikanya. Kita semua antri disini. Jangan sesuka hati menerobos
begitu saja.” Kulepaskan genggamanku di
baju laki laki itu. Dia hanya bisa meringis dan pergi.
Saat kembali ke antrian, Valdis menoleh ke arahku dan tersenyum. Lagi.
VALDIS’ POV
Kini kami sudah duduk di atas rolercoaster. Kakiku gemetar. Ini salah
satu keinginaku yang akhirnya terwujud. Aku merasa takut sekaligus senang. Tapi
aku harus mampu menahan rasa takut ini. Aku lihat Alex hanya duduk tenang saja.
Saat rollercoaster berjalan, aku mentup mata dan berteriak. Aku juga
menggenggam kuat pegangan di depanku.
Aku hanya mampu meremas sweaterku. Aku tidak mau menyerah sekarang.
Jujur aku sudah tidak kuat. Perutku berguncang. Bisa kurasakan seisi perutku
ingin keluar semua. Aku akan berusaha menahannya sampai nanti.